Minggu, 17 Juni 2012

Penilaian Individu PBB

PENILAIAN INDIVIDUAL
OBJEK PAJAK PBB

PROSES PENILAIAN INDIVIDUAL OBYEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Sumber: http://dc312.4shared.com/doc/7zmMSGyd/preview.html 

Penilaian individual adalah suatu sistem penilaian terhadap objek pajak dengan cara memperhitungkan seluruh karakteristik dari objek yang dimaksud. Teknik penilaian individual diterapkan untuk jenis objek pajak dengan konstruksi khusus atau objek pajak yang sudah dinilai dengan CAV namun hasilnya tidak mencerminkan nilai sebenarnya, hal ini dikarenakan keterbatasan program aplikasi.

Beberapa permasalahan dalam tata cara penilaian individual atas objek Pajak PBB yang perlu disesuaikan dan disempurnakan antara lain :

  1. Pada umumnya proses penilaian kurang didukung oleh kualitas dan kuantitas Basis Data dan Informasi Pasar Properti yang valid, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
  1. Basis Data dan Informasi Pasar Properti belum dikelola secara sistematik, periodik, konsisten dan komprehensif.
  1. Pendekatan penilaian yang selama ini digunakan kurang memperhatikan prinsip penilaian properti sebagai satu kesatuan investasi, sehingga hasil penilaiannya kurang akurat dan kurang mencerminkan nilai pasar properti, meskipun dalam pasal 1 ayat 3 Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1994 telah mendefinisikan bahwa “Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, nilai jual objek pajak pengganti”. Definisi NJOP di atas mempertegas bahwa pengertian NJOP merupakan satu kesatuan investasi. Oleh karena itu, konsekuensi proses penilaian objek pajaknya perlu mempertimbangkan prinsip penilaian tersebut, yaitu tidak memisah-misahkan antara Nilai Bumi dan Nilai Bangunan. Pengalokasian NJOP Bumi dan NJOP Bangunan dilakukan untuk tujuan penerbitan SPPT.

Penerapan Pendekatan Biaya (Pendekatan atau Metode Nilai Perolehan Baru) secara umum dilakukan dengan melakukan penilaian secara rinci atas objek yang akan dinilai, yakni tanah dan bangunan dengan tetap memperhatikan prinsip penilaian properti sebagai satu kesatuan investasi. Kesatuan investasi yang dimaksud disini adalah bahwa nilai yang dihasilkan dari masing-masing komponen objek penilaian (tanah dan bangunan) harus dijumlahkan menjadi suatu nilai yang mencerminkan nilai pasar properti secara utuh.

Implementasi Pendekatan Biaya (Pendekatan atau Metode Nilai Perolehan Baru) untuk penentuan NJOP dilakukan dengan cara : NJOP Bumi diperoleh dengan cara melakukan analisis NIR (Nilai Indikasi Rata-rata), sedangkan NJOP Bangunan diperoleh dengan penerapan aplikasi CAV (Computer Assisted Valuation) / DBKB (Daftar Biaya Komponen Bangunan). Namun dalam implementasinya, penentuan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan dilakukan secara terpisah tanpa memperhatikan apakah penjumlahan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan tersebut telah mencerminkan nilai pasar properti secara utuh.

Pendekatan Biaya (Pendekatan atau Metode Nilai Perolehan Baru) pada umumnya hanya mencerminkan biaya perolehannya dan kurang mencerminkan profitabilitas investasi, sehingga untuk penilaian objek pajak PBB yang menghasilkan pendapatan, hasil penilaiannya kurang mencerminkan nilai pasar. Pada umumnya pendapatan atas objek pajak PBB berupa pendapatan sewa, kecuali sektor perkebunanan, perhutanan dan pertambangan sebagai natural resources yang menghasilkan pendapatan berupa penjualan hasil alam.

Pada prinsipnya, proses Penilaian Individual Objek Pajak PBB melalui 2 tahapan. Tahap pertama merupakan tahap Penentuan Nilai Pasar Properti; tahap ke dua, adalah Penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB. Tujuan yang akan dicapai dari tahap pertama ini adalah untuk menentukan nilai pasar properti. Pengertian properti yang dimaksud adalah properti dalam pandangan sebagai satu kesatuan investasi, yang dapat mencakupi objek PBB saja maupun properti sebagai objek PBB dan sekaligus bukan objek PBB.

Sedangkan tahap ke dua merupakan Tahap Penentuan Nilai Jual Objek Pajak yang mana bertujuan untuk memenuhi kepentingan perpajakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1985 tentang PBB jo UU No. 12 tahun 1994 tentang PBB, yang terdiri dari NJOP Bumi dan NJOP Bangunan.
2.3. TAHAP PERTAMA








2.3.1. Tahapan Identifikasi
Proses Penilaian Individual Objek PBB dimulai dengan tahapan penentuan Nilai Pasar Properti, dalam tahap ini, urutan kegiatan yang dilakukan meliputi :
  1. Tahap identifikasi,
  2. Tahap survei pendahuluan,
  3. Tahap pengumpulan dan evaluasi data,
  4. Tahap analisis pasar properti,
  5. Tahap analisis penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use),
  6. Tahap rekonsiliasi nilai dan
  7. Tahap penentuan kesimpulan nilai properti.

Secara detail akan dijelaskan tahap demi tahap sebagai berikut :
Tahap identifikasi adalah tahap untuk mengetahui secara detail properti yang akan dilakukan penilaian, meliputi :
Identifikasi Properti, pekerjaan ini meliputi kegiatan untuk mengenal dan mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan properti yang akan dinilai, properti pembanding dan pasar properti. Termasuk Real Properti/Real Estat dan Personal Properti. Real estat, didefinisikan sebagai tanah dan bangunan atau buatan manusia lainnya yang melekat pada tanah. Real Properti, merujuk segala kepentingan dan manfaaf serta hak (bundle of rights) untuk menggunakan, menyewa, memindahkan tanah beserta pengolahan dan pembangunannya yang tercakup dalam kepemilikan fisik atas real estat. Jadi real properti adalah semua hak, kepentingan dan keuntungan yang berhubungan dengan kepemilikan atas real estat. Sedangkan yang dimaksud dengan Personal Properti merupakan item yang tidak secara permanen melekat pada real estat dan biasanya dikenali dari kemampuannya untuk dipindahkan.

Penentuan Tanggal Penilaian adalah tanggal pada saat nilai, penilaian atau perhitungan manfaat ekonomi akan dinyatakan. Tanggal penilaian ini sangat penting untuk menerangkan kapan dasar penilaian itu diambil.

Penentuan Tujuan Penilaian dan Jenis Nilai yang dikehendaki apakah untuk tujuan jual beli, sewa, asuransi, agunan, pembebasan tanah, go-public, lelang, untuk penetapan pajak, asuransi, penggabungan usaha dan sebagainya. Tujuan penilaian ini perlu dinyatakan secara jelas dan spesifik dalam laporan penilaian.

Sedangkan Jenis Nilai yang dikehendaki bergantung pada tujuan penilaiannya. Misalnya dalam penilaian untuk tujuan jual beli, produk akhir jenis nilai yang dikehendaki adalah nilai pasar wajar (fair market value), untuk tujuan asuransi, nilai yang dikehendaki adalah nilai asuransi, untuk lelang (auction), jenis nilai yang dikehendaki adalah nilai jual paksa (forced sale value), dan sebagainya.

Asumsi dan kondisi pembatas, dibuat untuk mengetahui batasan dan tanggung jawab seorang penilai. Syarat pembatas juga dipakai untuk membatasi penggunaan laboran penilaian oleh pihak lain yang tidak berkepentingan.
2.3.2. Tahapan Survei Pendahuluan




























2.3.3. Tahapan Pengumpulan dan Evaluasi Data


Merupakan segenap pekerjaan persiapan yang sebelum melakukan pekerjaan penilaian meliputi:
Perencanaan Kerja
Suatu perencanaan kerja yang matang akan sangat membantu kelancaran dan efisiensi pelaksanaan penilaian. Perencanaan kerja ini meliputi: pembagian tugas dan tanggung jawab tiap personel; perencanaan biaya; sarana pendukung (peralatan, sarana transportasi), jadwal kegiatan; dan lain-lain.

Data-data yang diperlukan
Terdapat dua jenis data yang harus dikumpulkan oleh seorang penilai, yaitu data umum dan data khusus.
  • Data umum ini meliputi informasi-informasi berkenaan dengan : prinsip-prinsip, kekuatan/keunggulan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai properti, yaitu informasi-informasi berkenaan dengan trend sosial, ekonomi, pemerintahan dan lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai properti.
  • Data khusus adalah data-data yang berkaitan langsung dengan properti yang akan dinilai serta properti-properti pembandingnya. Data khusus ini meliputi data secara detail mengenai fisik, data lokasional, data biaya, data pendapatan dan pembelanjaan, sebagaimana yang terdapat juga pada properti pembanding.

Sumber Data sangat variatif dari berbagai sektor. Di Indonesia, secara garis besar sumber data tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
  • Instansional Pemerintah: Kantor Statistik, Bank Indonesia, BPN (Badan Pertanahan Negara), Ditjen Pajak, Pemda, Camat, Lurah, BUPLN)
  • Non Pemerintah: Perbankan, Estat agen, broker, Perusahaan Penilai, Notaris/PPAT, Developer
  • Non Instansional : Penjual, Pembeli, Iklan, Media masa
  • Memakai jalur internet (web) untuk memperoleh data-data yang sifatnya update, misal data statistik yang dikeluarkan oleh BPS, perkembangan nilai poperti dari BI, website yang dimiliki oleh masing-masing Pemerintah Daerah dan sebagainya

Personel dan Waktu Yang Diperlukan
Personel dan waktu yang diperlukan ditentukan oleh jangka waktu yang dikehendaki oleh pemberi tugas dan kompleksitas properti yang dinilai. Jumlah personel dan waktu yang diperlukan ini biasanya tergantung pada beban kerja penilaian yang akan dilakukan, di mana beban ini tergantung pada tipe properti yang dinilai, skala properti, tujuan penilaian, tingkat kesulitan dalam pengukuran di lapangan serta instrumen yang diperlukan.


Pada tahap pengumpulan dan evaluasi data ini dimulai pekerjaan pengumpulan data yang meliputi data umum dan data khusus. Pengumpulan data perlu dilakukan dengan teknik yang benar agar dapat diperoleh hasil analisis nilai yang baik.

Data-data yang dikumpulkan meliputi data khusus dan data umum yang berlaku bagi objek pajak PBB yang akan dinilai dan objek pajak PBB pembanding.


Tabel 2.1. Jenis Data Yang Diperlukan Dalam Penilaian Objek Pajak

JENIS DATA
SUMBER
FUNGSI / KEGUNAAN
KETERANGAN
DATA KHUSUS
A.Properti Subjek
Adalah objek pajak yang dilakukan penilaian
Tapak (Site)

Merupakan data-data fisik yang dikumpulkan dilapangan.
Untuk penilaian individual ini harus memperhatikan secara detail karakteristik yang ada pada masing-masing unit bangunan, baik bangunan utama, maupun bangunan tambahan berikut fasilitas yang ada. Fasilitas bangunan berperan dalam mendukung fungsi bangunan.
luas dan ukuran, bentuk, kontur, jenis tanah, lebar depan, elevasi, letak, zoning, dsb.
Bangunan
luas dan ukuran, desain, layout, konstruksi, bahan material, atap, langit-langit, lantai, dinding, kusen
OLI (Other Land Improvement)
Fasilitas, pagar, pos keamanan, jalan internal, kolam renang, halaman, taman, saluran air, water treatment
Aspek Legal :
BPN, Pemda, BKPM
Status kepemilikan suatu jenis properti sangat menentukan nilai. Bagi properti yang belum bersertifikat perlu diperhitungkan biaya untuk pembuatan sertifikat dan BPHTB yang harus dibayar
Dokumen-dokumen kepemilikan: Akte Jual Beli, Status Kepemilikan (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Strata Title), IMB, Ijin Lokasi dan kesesuaian dengan peraturan pemerintah seperti KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB (Koefisien luas bangunan)
Ekonomi
Kantor Pelayanan Pajak, manajemen properti objek yang dinilai
Biaya yang harus dikeluarkan dari properti tersebut.
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilia, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Daerah dan Retribusi, tingkat hunian, service charge, sewa




B. Properti Pembanding
Properti pembanding adalah properti yang mempunyai kegunaan sama/serupa, berlokasi pada kawasan yang sama, dan telah diketahui nilainya
Tapak (Site)

Merupakan data-data fisik yang dikumpulkan dilapangan.
Untuk penilaian individual ini harus memperhatikan secara detail karakteristik yang ada pada masing-masing unit bangunan, baik bangunan utama, maupun bangunan tambahan berikut fasilitas yang ada. Fasilitas bangunan berperan dalam mendukung fungsi bangunan.
luas dan ukuran, bentuk, kontur, jenis tanah, lebar depan, elevasi, letak, zoning, dsb.
Bangunan
luas dan ukuran, desain, layout, konstruksi, bahan material, atap, langit-langit, lantai, dinding, kusen
OLI (Other Land Improvement)
Fasilitas, pagar, pos keamanan, jalan internal, kolam renang, halaman, taman, saluran air, water treatment
Harga (jualbeli, sewa, penawaran),
REI, Agen estate, Developer, Koran, Broker, Lurah, Bank, K. Lelang
Mengetahui harga masing-masing jenis properti disuatu daerah, baik yang ditawarkan maupun yang telah terjadi transaksi jual beli
Mengetahui tarif sewanya bila disewakan
Mencari data di REI, Agen Estate, Developer, Broker, Kantor Lurah dan Kecamatan, Kantor Lelang, Bank, Informasi penawaran dari Koran, Majalah properti dan Internet.
Aspek Legal
BPN, Pemda, BKPM
Status kepemilikan suatu jenis properti sangat menentukan nilai. Bagi properti yang belum bersertifikat perlu diperhitungkan biaya untuk pembuatan sertifikat dan BPHTB yang harus dibayar
Dokumen-dokumen kepemilikan: Akte Jual Beli, Status Kepemilikan (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Strata Title), IMB, Ijin Lokasi
Ekonomi
Kantor Pelayanan Pajak, manajemen properti objek yang dinilai
Biaya yang harus dikeluarkan dari properti tersebut.
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilia, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Daerah dan Retribusi, tingkat hunian, service charge, sewa




DATA UMUM
A. Lokasional



Demografi -Kecenderungan Populasi
BPS
Perkiraan kebutuhan ruang (rumah, kantor, hotel)
Contoh data jumlah penduduk, data jumlah keluarga, rata-rata jumlah anggota keluarga.Untuk menghitung perkiraan jumlah rumah yang dibutuhkan dengan cara jumlah penduduk dibagi 4 anggota keluarga
Aspek legal

Peraturan Daerah terkait .

Pemda
Mengetahui berbagai hal yang berkaitan dengan legalitas dan ketentuan hukum yang berlaku
Meliputi segenap Rule and restriction (aturan dan larangan) yang dibuat untuk menata kota sesuai dengan Perencanaan Kota. Termasuk didalamnya ketentuan-ketentuan yang hanya berlaku secara spesifik dan bersifat lokal. Contoh konservasi bangunan bersejarah, konservasi lingkungan dll.
Tata Ruang Wilayah (Zoning)
Dinas Tata Kota
Untuk mengetahui kegunaan tertinggi dan terbaik (Highest and Best Use) suatu objek pajak.
Pembagian wilayah berdasarkan peruntukan, mis: kawasan pemukiman, kawasan industri, pertanian, jalur hijau,
KLB (Koefisien Luas Bangunan)
Dinas Tata Kota
Perbandingan antara total luas bangunan yang diperbolehkan dibangun dengan luas suatu bidang tanah.
KDB (Koefisien Dasar Bangunan)
Dinas Tata Kota
Perbandingan antara luas maksimal bangunan lantai 1 dengan luas tanah.
Ketinggian Bangunan
Dinas Tata Kota
Tinggi maksimal bangunan yang diperbolehkan dibangun pada suatu kawasan.
Jalur Transportasi,
Dep. Perhub.
Untuk mengetahui akssessibilitas suatu objek pajak
Aksessibilitas merupakan kemudahan untuk mencapai lokasi objek,
Fasilitas Sosial Dan Fasilitas Umum
Pemda
Untuk mengetahui ketersediaan dan kesesuaian jumlah fasum/fasos dengan jumlah penduduk.
Mis : Jumlah fasos, fasum pada suatu kawasan (perumahan) akan mempengaruhi nilai objek pajak di kawasan tersebut.
Perkembangan Lingkungan
Pemda
Untuk mengetahui arah perkembangan lingkungan, kondisi penggunaan lahan eksisting misalnya calon lokasi perumahan, perdagangan
Meningkatnya jumlah penawaran dan transaksi tanah merupakan indikasi bahwa daerah tersebut mulai berkembang. Peningkatan nilai tanah akan mengikuti perkembangan suaru kawasan. Semakin ramai suatu kawasan semakin mahal pula nilai tanahnya.




B. Ekonomi



Data tren indikator makro ekonomi :



Inflasi Nasional
BPS, BI
1. Untuk penyesuaian nilai waktu dari suatu investasi dan
2. Untuk penentuan tingkat kapitalisasi
Diisi dengan kecenderungna angka inflasi yang berlaku nasional
Formula: Cap Rate = Discount Rate – Inflation Rate

Inflasi Daerah
Kantor Statistik
Mengetahui tingkat inflasiyang berlaku di suatu daerah
Diisi dengan angka inflasi yang berlaku di daerah kab/kota pada akhir semester
Tingkat Suku Bunga Kredit Perbankan
Bank, BI
Mengetahui beban bunga yang harus ditanggung bila melakukan suatu investasi
Diisi dengan tingkat suku bunga kredit setiap akhir semester.
Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
BI
Mengetahui suku bunga bank sebagai indikator batas aman suatu investasi
Diisi dengan tingkat suku bunga sertifikat bank Indoensia setiap akhir semester
Nilai Tukar Rupiah terhadap mata uang Asing
Bank
Fluktuasi dan pergerakan Nilai Rupiah terhadap mata uang asing
Diisi dengan nilai tukar rupiah pada saat penilaian
Indeks Harga Konsumen Umum dan Sektor Properti
BPS, BI
Sebagai parameter penyesuaian nilai waktu dari suatu investasi
Melihat secara periodik data-data yang dikeluar kan oleh Bank Indonesia
Produk Domestik Bruto Nasional dan Regional
BPS, Pemda
Untuk mengetahui perkembangan pembangunan sektor properti pada suatu kota/kab.
Diisi dengan PDRB yang berlaku di kab/kota per tahun khusunya sektor konsttruksi.
Porsi Jumlah Kredit Perbankan Untuk Konstruksi dan Real Estat
Bank
Untuk mengetahui alokasi kredit untuk membiayai pembangunan properti
Laporan Resmi dari Bank
Indeks Harga Saham Emiten Properti
Bursa
Sebagai indikator perkembangan properti nasional.

Tingkat pertumbuhan ekonomi
APBN
Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi nasional.
RAPBN, APBN dan Tren pergerakannya




Tinjauan tren pasar properti :



Supply (penawaran/stok)
REI, Agen properti, developer
Untuk mengetahui jumlah stok properti
Misalnya jumlah ruko di kota Surabaya atau jumlah rumah mewah di Tangerang.
Demand
REI, Agen properti, developer
Memprediksi potensi permintaan properti
Misal : menghitung jumlah wisatawan yang akan berkunjung di Pulau Bali untuk menentukan jumlah kamar hotel dan tarifnya
Harga Sewa
Manajemen Properti
Untuk mengetahui harga sewa masing-masing properti
Contoh : sewa tanah kosong, rumah, ruko, kamar hotel, ruang kantor
Harga Service charge
Manajemen Properti
Untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan atas fasilitas bangunan yang dinikmati
Contoh : biaya kebersihan, keamanan, AC, listrik
Harga Jual
REI, Agen properti, developer
Untuk mengetahui harga masing-masing properti
Contoh : harga tanah kosong, rumah, ruko, kamar hotel, ruang kantor
Tingkat Hunian.
Manajemen Properti, PHRI
Mengetahui jumlah ruang yang tidak tersewakan, mengetahui tingkat hunian suatu hotel
Persentase jumlah ruang yang disewakan dengan total bangunan yang bisa disewakan.
Persentase dari rata-rata jumlah kamar hotel yang tersewa dibandingkan dengan jumlah kamar hotel yang ada


2.3.4. Tahapan Analisis Pasar Properti




















































































































































2.3.5. Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (The Highest and Best Use)













  1. Definisi pasar properti
Pasar properti adalah suatu aktivitas komersial yang dirancang untuk memudahkan pertukaran hak-hak atas tanah dan bangunan, menetapkan harga untuk pertukaran-pertukaran yang sifatnya saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, mengalokasikan ruang untuk berbagai alternatif penggunaan, menentukan pola penggunaan tanah dan ruang, serta menyesuaikan penawaran terhadap permintaan.Singkatnya, pasar properti adalah sebuah pasar dimana hak-hak atas properti yang dianggap bersaing oleh para calon pembeli untuk dipertukarkan.

  1. Karakteristik Pasar Properti
Karakteristik pasar properti antara lain :
  1. Produk yang berbeda (unik)
Karena lokasi yang menetap (immobilitas) serta karakteristiknya yang berbeda, properti merupakan barang yang unik. Tak ada dua unit ruang yang persis sama dan karenanya satu sama lain tidaklah setara untuk dipertukarkan. Hak-hak yang berbeda atas properti serupa yang ditawarkan mungkin saja ada dan dipertukarkan.

  1. Relatif kurang informasi
Banyak informasi yang sukar atau tidak mungkin diperoleh dan kemungkinan besar hal-hal tersebut diperlakukan secara rahasia (confidential). Tidak ada data resmi dan pasar resmi, harga-harga penjualan tidak dipublikasikan dan dilaporkan secara luas seperti halnya harga-harga saham.

  1. Sedikit pembeli dan penjual untuk tiap-tiap transaksi atau segmen pasar
Pembeli dan penjual, pemilik dan penyewa, peminjam dan yang diberi pinjaman, semuanya memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi harga atau persyaratan sewa ataupun persyaratan pinjaman. Karenanya, negoisasi antara pihak-pihak yang berkepentingan merupakan suatu hal yang penting, sehingga harga cenderung menjadi tidak pasti. Harga dan syarat-syarat terjadinya transaksi sangat kuat dipengaruhi oleh persepsi subjektif dan keinginan-keinginan yang bersifat individual dari masing-masing peserta. Bahkan sering dijumpai perilaku yang tidak rasional yang bereaksi terhadap tekanan-tekanan tertentu yang mendesak.

  1. Investasi memerlukan dana besar, waktu yang lama
Investasi properti memerlukan modal yang besar dan jangka waktu kembalian yang cukup lama. Terbatasnya modal menyebabkan perlunya kerjasama dengan lembaga keuangan dalam membiayai suatu proyek properti. Oleh karena itu kelayakan investasi (feasibility study) memegang peran kunci dalam keberhasilan investasi ini.

  1. Daya tarik investasi properti
Investasi dibisdang properti memiliki daya tarik yang kuat yaitu relatif aman terhadap inflasi, berwujud nyata, dapat dijadikan agunan, nilai yang selalu naik dan kebanggaan memiliki sebagai lambang kemapanan sosial bagi pemiliknya.

  1. Terlokalisir
Karena lokasi properti bersifat tetap dan tidak dapat berpindah tempat, pasar yang dapat dipakai untuk satu properti tertentu atau jenis properti cenderung dibatasi dalam satu kawasan geografis yang relatif sempit dan ditentukan oleh karakteristik lokasi.

  1. Penawaran yang tidak elastis (relatif lamban atau tidak responsif)
Penawaran, tidak secara khusus bersifat responsif terhadap harga. Kuantitas dari properti serta jasa yang ditawarkan oleh suatu properti berubah secara perlahan-lahan. Jumlah tersebut cenderung bersifat sensitif terhadap perubahan dalam permintaan ataupun harga yang bersifat sementara.

  1. Batasan dan pengendalian oleh pemerintah
Kegiatan di bidang properti sangat kuat diatur dan dipengaruhi oleh pemerintah, seperti dokumentasi untuk keseluruhan hukum yang disyaratkan untuk setiap transaksi, penggunaan atas tanah, perpajakan dll.

  1. Fungsi Pasar Properti
Pada dasarnya fungsi-fungsi pasar properti adalah memudahkan pertukaran, menetapkan harga, mengalokasikan ruang perkotaan untuk berbagai alternatif penggunaan, menentukan pola penggunaan tanah dan ruang, menyesuaikan penawaran terhadap permintaan,

  1. Faktor-Faktor dalam Permintaan dan Penawaran di Pasar Properti
  • Faktor penentu permintaan.
a). Populasi :
      • Total populasi, perubahan populasi, (kelahiran dikurangi kematian dan migrasi).
      • Ukuran dan distribusi keluarga, yaitu status dan kecenderungan terakhir.
      • Distribusi usia dan selera (preferensi).

b). Pendapatan (status finansial keluarga)
      • Tingkat pendapatan, kecenderungan pada saat ini dan yang diharapkan akan terjadi dimasa akan datang
      • Sumber pendapatan, secara khusus stabilitas sumber pendapatan sangatlah penting untuk menjamin komitmen jangka panjang tentang pembelian properti.
      • Distribusi pendapatan, yaitu pengelompokkan terhadap tingkat pendapatan.
      • Tabungan dan struktur hutang.

c). Biaya pembelian properti
      • Penyedia dana dalam pembelian properti, yaitu lembaga-lembaga keuangan dalam memberikan pinjaman dalam hal pendanaan pembelian properti.
      • Suku bunga pinjaman, persaingan dalam hal suku bunga pinjaman setiap lembaga keuangan (perbankan). Karena pembelian properti memerlukan pendanaan yang cukup besar, maka sebagian besar pembelian tersebut akan melibatkan lembaga keuangan dalam hal pendanaan.

  • Faktor penentu penawaran
      • Teknologi dalam pembangunan. Dengan teknologi baru dalam hal pembangunan properti, contohnya pembangunan rumah dengan material siap pasang, maka penawaran properti hunian di pasar dapat ditambah dengan waktu yang relatif cepat. Selanjutnya pertambahan ini akan dapat menandingi permintaan.
      • Suku bunga pinjaman. Akibat kenaikan suku bunga pinjaman akan memiliki implikasi terhadap pengembang, karena dengan beban bunga yang besar terhadap investasi yang ditanamkan, sehingga memperbesar resiko investasi. Akibatnya pengembang enggan melakukan investasi dalam kondisi seperti ini.
      • Persaingan antar pengembang.
      • Harga material bangunan.

Analisis pasar properti diperlukan agar penilai mampu meng-interpretasikan dengan akurat kondisi pada saat tertentu, khususnya yang berkaitan dengan kecenderungan (trend) pergerakan harga dengan cara memahami kekuatan-kekuatan eksternal pasar yang mempengaruhi nilai dari properti tersebut.

Selain itu, analisis pasar properti pada prinsipnya untuk menganalisis penawaran (supply) terhadap ruang eksisting dan proyeksinya, menganalisis permintaan (demand) terhadap ruang eksisting dan proyeksinya. Analisis ini akan digunakan sebagai pertimbangan dalam analisis proyeksi harga sewa, service charge, tingkat hunian dan harga jualnya.

Analisis penawaran dan permintaan tersebut dilakukan terhadap :
  1. Objek Yang Dinilai.
Tujuannya adalah untuk mengetahui kecenderungan/tren harga sewa, service charge, tingkat hunian riil terhadap data past performancenya. Caranya dengan menganalisis perubahan harga sewa, service charge, dan tingkat hunian riil dari tahun ke tahun.

  1. Properti pesaing
Yang dimaksud dengan properti pesaing adalah properti yang usahanya mempunyai segmen pasar yang sama. Tujuan analisis penawaan dan pemintaan terhadap properti pesaing adalah untuk mengetahui kecenderungan/tren rata-rata harga sewa, service charge, dan tingkat hunian riil terhadap data past performance properti pesaing. Caranya dengan menganalisis perubahan harga sewa, service charge, dan tingkat hunian riil dari tahun ke tahun masing-masing properti pesaing yang kemudian dihitung rata-ratanya.

  1. Market overview (sebagai guideline)
Market overview berguna sebagai referensi dan data pendukung untuk menganalisis dan menentukan perkiraan nilai pasar properti objek di setiap wilayah. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam market overview adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi nasional, inflasi daerah, tingkat suku bunga kredit perbankan, tingkat suku bunga sertifikat bank indonesia (SBI), nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, indeks harga konsumen umum dan sektor properti, produk domestik bruto nasional dan regional, porsi jumlah kredit perbankan untuk konstruksi dan real estat, indeks harga saham emiten properti, dan tingkat pertumbuhan ekonomi, Market overview diperoleh dari public domain yang dipercaya, seperti informasi Pusat Studi Properti Indonesia dan sumber informasi lainnya. Apabila di wilayah tersebut tidak terdapat market overview maka referensi nilai pasar properti mengacu pada analisis sample data dari data transaksi/penawaran.

Hasil dari analisis penawaran dan permintaan dari objek yang dinilai dan objek pesaing yang didukung oleh market overview adalah :
  • Proyeksi pasokan kumulatif properti sampai dengan tahun tertentu.
  • Proyeksi permintaan kumulatif properti sampai dengan tahun tertentu.
  • Perkiraan tingkat hunian properti sampai dengan tahun tertentu.
  • Perkiraan harga sewa rata-rata properti
  • Perkiraan service charge rata-rata properti
  • Perkiraan harga jual properti



Sebelum mengestimasi nilai suatu properti, kita harus menentukan keuntungan utama dari suatu properti. Kegunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) dapat didefinisikan sebagai ”The reasonably probable and legal use of vacant land or an improved property, which is phisically possible, appropriately supported, financially feasible, and that results in the highest value”. Penggunaan yang semaksimal mungkin adalah penggunaan yang akan memberikan keuntungan yang paling maksimal. Prinsip HBU ini ditentukan oleh :
  1. Legally permisible artinya bahwa apakah properti tersebut secara peraturan telah memenuhi. Seperti apakah properti tersebut telah sesuai dengan peruntukkannya yang dibuktikan dengan kesesuaian zoning. Sedang untuk bangunan harus dipertimbangkan apakah memenuhi peraturan yang berlaku seperti koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, ijin mendirikan bangunan, dan ijin penggunaan bangunan.
  2. Physically Possible Artinya bahwa apakah property yang dinilai memenuhi syarat-syarat fisik. Contoh karakteristik fisik seperti ukuran tanah dan bangunan, lokasi, rancang bangun dan kondisi bangunan.Sebagai contoh adalah tidak memungkinkan untuk membangun bangunan hotel berbintang atau pusat perbelanjaan di atas tanah seluas 400 m2, atau sebaliknya adalah terlalu berlebihan membangun rumah tinggal di atas lahan 1 hektar.
  3. Financially Feasible (layak secara keuangan). Properti yang dibangun tersebut telah ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar sehingga menghasilkan return yang positif bagi pemilik atau investor.Untuk menentukan kelayakan secara keuangan seorang penilai mengestimasikan pendapatan kotor yang akan diterima (future gross income) yang diekspektasi dari setiap potensial kegunaan tertinggi dan terbaik. Dalam menganalisis kelayakan keuangan, tingkat kekosongan, collection losses dan biaya operasi perlu dikurangkan dari setiap pendapatan kotor (gross income) untuk mendapatkan biaya operasi bersih (nett operating income atau NOI). Tingkat pengembalian atau rate of return atas modal yang diinvestasikan dapat digunakan untuk melakukan perhitungan bagi setiap penggunaan
  4. Maximally Productive Produktivitas yang maksimal. Dari kegunaan yang layak secara keuangan, maka kegunaan yang menghasilkan harga tertinggi / nilai tertinggi yaitu yang konsisten dengan tingkat pengembaliannya rate of return .Untuk menganalisis kelayakan dalam hal financial dan juga memilih kegunaan yang memberikan nilai maksimal maka beberapa alat analisis atau tolok ukur yang sering digunakan adalah net present value, Internal rate of return, Return on Investment, Return on Equity, pay back period dan sebagainya.

Analisis HBU ini meliputi kajian terhadap kelayakan fisik, kelayakan hukum, kelayakan keuangan/ pendanaan dan keuntungan maksimal yang dapat dihasilkan.

2.3.6. Tahapan Penerapan Pendekatan Penilaian






Secara garis besar, pendekatan penilaian yang lazim digunakan adalah pendekatan perbandingan penjualan, pendekatan biaya dan pendekatan pendapatan.
Sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994, maka dalam penentuan NJOP dikenal tiga pendekatan/metode penilaian, yaitu:
a. Pendekatan Perbandingan Data Pasar (Metode Perbandingan Harga Dengan Objek Lain Yang Sejenis)
b. Pendekatan Biaya (Metode Nilai Perolehan Baru)
c. Pendekatan Pendapatan (Metode Nilai Jual Pengganti)

2.3.6.1. Pendekatan Perbandingan Harga Dengan Objek Lain Yang Sejenis

Pendekatan perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis adalah suatu pendekatan atau metode penentuan Nilai Jual suatu Objek Pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya (atau dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-533/PJ/2000 dikenal dengan Pendekatan Data Pasar).

Konsep dasar Penilaian Objek Pajak Individual dengan pendekatan Perbandingan Data Pasar adalah membandingkan secara langsung data pembanding dengan objek pajak yang dinilai dengan menggunakan faktor-faktor penyesuaian. Adapun beberapa elemen perbandingan yang sering dipertimbangkan adalah :
  • Jenis hak yang melekat pada properti,
  • Masalah keuangan/pendanaan (financing term),
  • Kondisi penjualan,
  • Kondisi pasar,
  • Lokasi,
  • Karateristik fisik,
  • Karakteristik dalam menghasilkan pendapatan (income-producing characteristics),
  • Karateristik-karateristik lain.

Tabel 2.2. Jenis Data Yang Diperlukan Dalam Pendekatan Perbandingan Data Pasar (Pendekatan atau Metode Perbandingan Harga Dengan Objek Lain Yang Sejenis

No
Jenis Data
Sumber
Keterangan
DATA KHUSUS
I
FISIK



Tapak (Site)
REI, Agen estate, Developer, Koran, Broker, Lurah, Bank, K. Lelang
Luas dan ukuran, bentuk, kontur, jenis tanah, lebar depan, elevasi, letak.

Bangunan
REI, Agen estate, Developer, Koran, Broker, Lurah, Bank, K. Lelang
luas dan ukuran, desain, layout, konstruksi, bahan material, atap, langit-langit, lantai, dinding, kusen

OLI (Other Land Improvement) :
REI, Agen estate, Developer, Koran, Broker, Lurah, Bank, K. Lelang
Fasilitas, pagar, pos keamanan, jalan internal, kolam renang, halaman, taman, saluran air, water treatment




II
HARGA (jual beli, sewa, penawaran),
REI, Agen estate, Developer, Koran, Broker, Lurah, Bank, K. Lelang, Pemilik
Contoh : harga tanah kosong, rumah, ruko, kamar hotel, ruang kantor
Contoh : sewa tanah kosong, rumah, ruko, kamar hotel, ruang kantor
Penawaran dapat diperoleh melalui iklan atau agen properti.




III
ASPEK LEGAL
BPN, Pemda, BKPM
Dokumen-dokumen kepemilikan: Akte Jual Beli, Status Kepemilikan (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Strata Title), IMB, Ijin Lokasi
DATA UMUM
I
LOKASI DAN ZONING
Dinas Tata Kota, BPN
Kesesuaian peruntukan dengan peraturan tata kota
II
EKONOMI :
Profile penyewa, profile pembanding, tingkat hunian, service charge
Kantor Pajak
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilia, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Daerah dan Retribusi

Adapun tahapan dalam penilaian individual objek pajak dengan mempergunakan pendekatan perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini.

Gambar 2.3 Langkah-Langkah Penilaian Dengan Pendekatan
Perbandingan Harga Dengan Objek Lain Yang Sejenis


Penjelasan :
  1. Mengumpulkan data pembanding.
Proses penilaian dimulai dengan mengumpulkan data pembanding. Secara garis besar data yang diperlukan meliputi data fisik, data harga penawaran/jualbeli/sewa, aspek legal, aspek lokasi dan zonning. Data tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber. Referensi yang dapat dipakai adalah media cetak, seperti majalah properti, koran, brosur. Media elektronik seperti web di internet, public release atas survey pasar properti. Sumber lain yang dapat dimanfaatkan adalah developer, estate agen, broker, kantor pemasaran properti, instansi pemerintah, organisasi profesi yang berkaitan dengan properti dan sebagainya. Pengumpulan data pembanding akan sangat mudah dengan bantuan bank data nilai pasar properti.
  1. Memilih Data Pembanding
Sebelum melakukan pemilihan data pembanding, terlebih dulu dilakukan verifikasi informasi mengenai keakuratan data, kesesuaian data dengan kenyataan dan memastikan apakah data transaksi yang diperoleh mencerminkan pasar wajar. Kemudian dilakukan pemilihan data dengan kriteria-kriteria antara lain : kemiripan fisik objek dengan data pembanding, jarak objek dengan data pembanding, selisih waktu antara tanggal transaksi dengan tanggal penilaian..
  1. Analisis Dan Penyesuaian
Dari data pembanding yang sudah terpilih, selanjutnya dilakukan penyesuaian terhadap faktor-faktor yang meliputi :
    • Jenis data (harga transaksi atau harga penawaran).
    • Waktu transaksi.
    • Fisik
Tanah meliputi elevasi, lebar depan, bentuk tanah
Bangunan meliputi kondisi terlihat, umur bangunan, renovasi, fasilitas dan material
    • Lokasi, aksesibilitas, penggunaan tanah.
    • Aspek legal (kira-kira 2% dari nilai properti). Termasuk dalam aspek legal adalah kepemilikan, peraturan daerah yang mengatur KDB (Koefisien dasar bangunan), koefisien luas bangunan (KLB), Ketinggian Maksimum dan sebagainya.

Besarnya penyesuaian yang akan diberi sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman penilai dengan menyebutkan dasar-dasar pertimbangannya.

2.3.6.2. Pendekatan Biaya (Metode Penentuan Nilai Perolehan Baru)


Pendekatan Nilai Perolehan Baru, adalah suatu pendekatan atau metode penentuan Nilai Jual suatu Objek Pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut (Pendekatan Biaya dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-533/PJ/2000).

Pendekatan biaya digunakan dengan cara menambahkan nilai bangunan dengan nilai tanah.
  1. Pengumpulan Data
i) Pengumpulan Data Tanah
Pada dasarnya pengumpulan data tanah dilakukan dengan cara mengisi SPOP. Di samping itu penilai juga diminta untuk mengumpulkan data tanah sebagai berikut :
1) luas
2) lebar depan
3) aksesibilitas
4) kegunaan
5) elevasi
6) kontur tanah
7) lokasi tanah
8) lingkungan sekitar
9) data transaksi di lokasi sekitar

ii) Pengumpulan Data Bangunan
Pengumpulan data bangunan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1) Mengumpulkan data objek pajak dengan mempergunakan SPOP, LSPOP dan LKOK. Contoh LKOK
2) Data lain yang belum tertampung dicatat dalam catatan tersendiri.
Proses penilaian dengan pendekatan biaya, dapat dilihat pada bagan berikut :
Gambar 2.2. Langkah-langkah Penilaian Dengan Pendekatan Biaya

(i) Penilaian Tanah
Penilaian tanah adalah menghitung seberapa besar biaya untuk memperoleh tanah dengan asumsi tanah dalam kondisi kosong.

(ii) Penilaian Bangunan
Penilaian bangunan dilakukan dengan cara menghitung Nilai Perolehan Baru Bangunan kemudian dikurangi dengan penyusutan bangunan. Nilai Perolehan Baru Bangunan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh/ membangun bangunan baru. Penghitungan Nilai Perolehan Baru Bangunan ini meliputi biaya komponen utama, komponen material dan fasilitas bangunan. Beberapa istilah penting berkaitan dengan penyusutan/depresiasi adalah sebagai berikut :
  • Umur fisik adalah periode dari saat bangunan dibangun sampai secara fisik bangunan tidak dapat lagi dimanfaatkan.
  • Umur ekonomi adalah periode waktu yang diantisipasi memberi kegunaan yang menguntungkan secara ekonomis atau memberi kontribusi kepada nilai tanah. Umur ekonomi seringkali lebih kecil daripada umur fisik, hal ini karena seringkali suatu bangunan tidak bisa memberi kegunaan ekonomis secara penuh. Contoh jika umur fisik bangunan bisa mencapai 60 tahun, mungkin umur ekonominya hanya mencapai 40 sampai 50 tahun. Hal ini mengandung arti bahwa setelah umur bangunan mencapai 40 atau 50 tahun, bangunan memang secara fisik masih bisa digunakan tetapi tidak ekonomis karena biaya untuk mengadakan pemeliharaan dan perbaikan bangunan lebih besar daripada nilai sewanya.
  • Sisa umur ekonomi adalah jumlah sisa tahun yang diestimasi dari sisa umur ekonomi bangunan pada tanggal penilaian.
  • Umur efektif adalah gambaran umur struktural yang sesuai dengan kondisi dan utilitas pada saat penilaian. Umur efektif ini seringkali digunakan sebagai indikator penyusutan.
  • Umur aktual adalah umur yang menggambarkan kenyataan bangunan yang sebenarnya. Umur efektif bisa lebih besar atau lebih kecil daripada umur aktual, hal ini tergantung dari tingkat perawatan,pemodelan kembali dan renovasi yang dilakukan. Sebagai contoh bangunan berumur 40 tahun bisa saja mempunyai umur efektif 20 tahun apabila dilakuan perawatan secara baik , dan sebaliknya jika bangunan tidak dirawat, maka umur efektifnya mungkin lebih besar daripada umur aktualnya.
  • Penyusutan buku (book depreciation) adalah istilah akuntansi yang merujuk pada jumlah modeal yang dimiliki kembali (recapture) yang dikeluarkan dari catatan pembukuan pemilik. Penyusutan ini umumnya adalah jumlah yang oleh pemilik dapat disediakan untuk membayar penggantian aset berdasarkan peraturan pajak.

Penyusutan dibedakan atas penyusutan fisik, penyusutan fungsi dan penyusutan ekonomi.
  • Kerusakan Fisik (Physical Deterioration) :
Rusak, lapuk, retak, mengeras atau kerusakan pada struktur yang pertimbangan-pertimbangannya disesuaikan dengan umur dan kondisi fisik yang ada. Penyusutan fisik ditentukan dengan memperhatikan penurunan kualitas. Besarnya penyusutan ditentukan dengan besarnya biaya untuk merenovasi.
  • Kemunduran Fungsional (Functional Obsolescence) :
Yaitu suatu penyusutan yang diakibatkan oleh faktor internal seperti perencanaan yang kurang baik yang dapat meliputi bentuk, model/disain, ketidakseimbangan yang bertalian dengan ukuran, kekuatan struktur, fasilitas, serta kemajuan teknologi dan lain-lain.
  • Kemunduran Ekonomi (Economic Obsolescense) :
Penyusutan ekonomi adalah berkurangnya nilai sebagai akibat dari perubahan-perubahan ekonomi. Faktor-faktor luar yang mengakibatkan penurunan nilai seperti kondisi lingkungan, peraturan-peraturan pemerintah seperti perubahan zoning, dan peraturan-peraturan lain yang membatasi penggunaan suatu aset.

DBKB dapat digunakan sebagai alat bantu dalam penilaian, akan tetapi apabila karakteristik-karakteristik dari objek pajak baik untuk komponen utama, komponen material dan komponen fasilitas bangunan belum tertampung dalam DBKB, perhitungan dapat dilakukan sendiri dengan pendekatan survai kuantitas. Analisis Nilai Bangunan dapat dilakukan dengan menggunakan 3 alternatif :
  • DBKB 2000, yaitu estimasi nilai bangunan dihitung dengan bantuan DBKB 2000;
  • DBKB 2000 plus, yaitu estimasi nilai bangunan dihitung dengan bantuan DBKB 2000 ditambah dengan nilai bangunan komponen lain (seperti kitchen set, ornamen-ornamen bangunan, taman, dll) hasil perhitungan manual / justifikasi penilai yang belum terakomodasi dalam aplikasi DBKB 2000;
  • Nilai semua bangunan absolut, yaitu estimasi nilai bangunan berdasarkan perhitungan yang dilakukan penilai selain menggunakan Aplikasi DBKB 2000.

2.3.6.3. Pendekatan Pendapatan Untuk Penentuan Nilai Jual Pengganti





Pendekatan Nilai Jual Pengganti, adalah suatu pendekatan atau metode penentuan Nilai Jual suatu Objek Pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut (Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-533/PJ/2000)

Pendekatan ini pada umumnya diterapkan untuk objek-objek komersial, yang dibangun untuk usaha/menghasilkan pendapatan, seperti hotel, apartemen, gedung perkantoran yang disewakan, pelabuhan udara, pelabuhan laut, tempat rekreasi dan lain-lain. Dalam penentuan NJOP, penilaian dengan pendekatan kapitalisasi pendapatan dipakai juga sebagai alat penguji terhadap nilai yang dihasilkan dengan pendekatan lainnya.

Konsep dasar yang perlu dipahami dalam penggunaan pendekatan pendapatan antara lain adalah :
  1. Nilai properti merupakan pengkapitalisasian nilai pendapatan bersih tahunan. Sebagai income producing properti, keberadaan kondisi fisik, konstruksi, desain dan kelengkapan fasilitas modern dari sebuah properti Pusat perbelanjaan pada prinsipnya dibuat untuk memperoleh nilai pendapatan sewa dan tingkat hunian yang tinggi.
  1. Nilai properti dipengaruhi oleh perkembangan aliran pendapatan dari waktu ke waktu. Fluktuasi situasi perekonomian nasional ataupun regional dapat berdampak pada menurunnya permintaan ruang Pusat perbelanjaan. Pada situasi krisis ekonomi misalnya, banyak penyewa yang terpaksa mencari ruang Pusat perbelanjaan yang terletak di secondary area dengan harga sewa lantai yang lebih murah untuk menghemat biaya operasional perusahaan. Sebaliknya dalam kondisi normal, Pusat perbelanjaan di kawasan pusat perdagangan memiliki tingkat hunian yang tinggi.
Karena pendapatan dari properti tidak dapat dianggap tetap maka Penilaian dapat menggunakan Metode Arus Kas yang Didiskontokan atau lebih dikenal dengan istilah pendekatan DCF (Discounted Cash Flow). Dengan pendekatan ini nilai dari suatu properti adalah sejumlah nilai kini dari Net Operasional Income yang akan diperoleh dari hasil operasional properti tersebut termasuk di dalamnya Terminal Value jika pada akhir tahun proyeksi diasumsikan masih terdapat sejumlah pendapatan yang berlangsung secara terus menerus dan stabil.
    1. Pengumpulan Data
Data-data yang harus dikumpulkan dilapangan adalah :
(i) Seluruh pendapatan dalam satu tahun (diupayakan data pendapatan 3 tahun terakhir) dari hasil operasi objek pajak. Pendapatan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
1) Pendapatan dari sewa, seperti objek pajak perkantoran, pusat perbelanjaan.
2) Pendapatan dari penjualan, seperti objek pajak pompa bensin, hotel, bandar udara, gedung bioskop, tempat rekreasi.
(ii) Tingkat kekosongan, yaitu besarnya tingkat persentase, akibat dari terdapatnya: luas lantai yang tidak tersewa, jumlah kamar hotel yang tidak terisi, jumlah kursi yang tidak terjual untuk gedung bioskop, dalam masa satu tahun.
(iii) Biaya operasi dalam satu tahun yang dikeluarkan, seperti gaji karyawan, iklan/pemasaran, pajak, asuransi. Untuk objek pajak jenis perhotelan, perlu diperoleh data biaya-biaya lain, misalnya : pemberian diskon atau komisi yang diberikan kepada biro perjalanan.
(iv) Bagian pengusaha (operator's share), biasanya sebesar 25% s/d 40% dari keuntungan bersih. Data ini hanya untuk objek pajak dengan perolehan pendapatan dari hasil penjualan.
(v) Tingkat kapitalisasi, besarnya tergantung dari jenis penggunaan objek pajak.
    1. Penilaian

Gambar 2.4 Langkah-Langkah Penilaian Dengan Pendekatan Pendapatan
  1. TAHAP INCOME ANALYSIS
Tahap ini adalah tahap penentuan pendapatan yang dapat diterima oleh properti yang menghasilkan yang terdiri dari pendapatan sewa dan service charge. Tahap ini dilakukan dengan :
        • Menghitung pendapatan kotor potensial dalam satu tahun
Pendapatan kotor potensial adalah pendapatan kotor yang diharapkan diterima dari suatu properti pertahunnya dengan mengasumsikan tidak terdapat tingkat kekosongan. Pendapatan yang diterima dari suatu properti ini biasanya berbentuk sewa yang diterima dalam jangka waktu tertentu, seperti bulanan, tahunan, dan sebagainya tergantung dari perjanjian sewa menyewanya. Perhitungan pendapatan kotor potensial ini dilakukan dengan cara mengalikan luas lantai bersih bangunan (net rentable area) dengan nilai sewa per meter perseginya.

Pendapatan kotor potensial/thn = Luas lantai bersih x Nilai sewa/m2/thn.

  • Gross Living Area (GLvA)
Adalah total area yang sudah terbangun, lebih dari sekedar ruang hunian. GLvA diukur dari garis keliling struktur bangunan dan hanya meliputi bangunan dan dapat ditempati sebagai area hunian (basement dan loteng tidak termasuk dalam total GLvA).
  • Gross Leaseable Area (GLA)
Adalah luas lantai total yang didesain untuk hunian dan kegunaan eksklusif lain dari penyewa, termasuk basement dan mezzanines. GLA diukur dari tengah dinding partisi hingga permukaan luar bangunan.
  • Luas Area Sewa Bersih/Net Rentable Area
Adalah area total yang tersedia untuk penyewa atau keseluruhan ruangan yang dapat disewakan kepada pihak yang membutuhkan ruang pusat perbelanjaan. Dalam pengertian luas lantai bersih ini tidak ternasuk bagian-bagian bangunan yang digunakan sebagai utilitas seperti ruang untuk WC/toilet, ruang lift, tangga, koridor, ruang genset, ruang perlengkapan dan gudang. Jadi yang dimaksud luas lantai bersih di sini adalah luas lantai bangunan yang benar-benar disewakan.
  • FRV (Full Rental Value)
Full Rental Value adalah maksimum nilai sewa yang dapat diterima atas properti dalam kondisi pasar terbuka.
  • Tarif Sewa
Adalah biaya yang harus dibayarkan oleh penyewa kepada pemilik gedung, sebagai fee atas pemakaian ruang dengan perjanjian dan periodisasi tertentu. Sumber-sumber untuk menentukan harga sewa dapat diperoleh melalui daftar sewa dari bangunan bersangkutan pada saat dilakukan penilaian ataupun melalui survei sewa menyewa pada bangunan yang sejenis di lokasi berdekatan.
Walaupun daftar sewa adalah sumber yang penting dalam pengumpulan data, tetapi data tersebut tidak boleh langsung digunakan sebagai perkiraan pendapatan kotor potensial sebelum dilakukan analisis perbandingan dengan penyewa-penyewa bangunan yang sejenis di lokasi yang berdekatan terlebih dahulu. Survei tersebut dilakukan terhadap bangunan-bangunan yang mempunyai kesamaan dari segi konstruksi, lokasi, komponen bangunan, maupun fasilitas yang disediakannya.
Untuk bangunan bertingkat tinggi (high rise building) biasanya harga sewanya bervariasi untuk tiap lantainya. Hal tersebut harus diperhatikan oleh penilai dalam pengumpulan data harga sewa ini. Adalah penting juga untuk membuat pertimbangan-pertimbangan guna mendapatkan perkiraan harga sewa yang sesuai berdasarkan perbandingan dengan bangunan-bangunan lain yang sejenis tadi.
  • Service charge
Service charge adalah sejumlah uang yang dibayar oleh penyewa sebagai iuran tertentu untuk biaya perawatan dan pengelolaan area bersama (common area) seperti : Electricity, Central Air Condition, Water, Keamanan, Escalator, Lift, toilet, Building Maintenance and Clearing of the common areas, Building Serviice during normal office hours.
        • Menentukan tingkat kekosongan dalam satu tahun.
Yaitu prosentase jumlah ruang yang tersedia yang tidak digunakan. Kekosongan ini dapat diakibatkan antara lain:
  • Sebagian luas lantai bangunan tersebut memang belum disewakan (belum ada penyewa).
  • Jangka masa antara penyewa lama dan waktu untuk mencari penyewa baru.
  • Penghentian pengoperasian sebagian luas lantai bangunan untuk tujuan perbaikan, pengecatan, perombakan dekorasi dan lain-lain.
        • Menentukan Collection loss atau pendapatan tak tertagih
Collection Loss atau pendapatan tak tertagih adalah pendapatan yang hilang karena sesuatu sebab seperti penyewa lari, penyewa tidak mampu bayar dan berbagai sebab lain. Jadi dalam penghitungan pendapatan tak tertagih di sini agak sedikit berbeda dengan tingkat kekosongan karena pendapatan tak tertagih bukan menunjukkan bahwa ruang tidak terkonsumsi, namun ruang yang terkonsumsi tetapi tidak terbayar.
        • Mengurangi pendapatan kotor potential dengan tingkat kekosongan dan pendapatan tak tertagih yang hasilnya adalah pendapatan kotor efektif dalam satu tahun (Effective Gross Income).
  1. TAHAP EXPENSES ANALYSIS
Pendapatan kotor efektif yang sudah diperoleh pada tahap income analysis, selanjutnya dikurangi dengan biaya-biaya, yaitu :
  • Biaya Operasional
Adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan gedung tersebut sehingga dapat menghasilkan pendapatan sewa. Contohnya biaya untuk perbaikan/perawatan bangunan, biaya adminstrasi (biaya gaji, telepon, listrik, air, promosi dan pemasaran). Jumlah biaya yang dikeluarkan mungkin mengalami naik turun dari waktu ke waktu, oleh karena itu penilai harus selalu berorientasi pada jumlah yang wajar yang dikeluarkan setiap tahunnya. Seperti halnya penentuan tingkat kekosongan, penentuan biaya tahunan ini juga harus mempertimbangkan semua faktor sebagaimana yang dipertimbangkan dalam penentuan pendapatan kotor potensial.

Perbedaan beban biaya untuk kepentingan akuntansi dan beban biaya untuk kepentingan appraisal adalah biaya operasional untuk keperluan appraisal tidak termasuk pengeluaran yang diluar opersi langsung dari harta tetap/properti yang dapat menghasilkan. Ada empat jenis pengeluaran yang tidak termasuk biaya untuk keperluan penilaian yaitu :
  1. Biaya untuk memperoleh modal untuk membiayai proyek (financing costs)
Harta tetap yang dinilai tidak mempertimbangkan asal-usul modal untuk membiayai proyek
  1. Pembayaran Pajak Pendapatan (Income Tax Payment)
Pajak Pendapatan berpengaruh pada investor, berbubungan langsung dengan pemilik tetapi tidak berhubungan dengan harta tetap / properti.
  1. Pembebanan Penyusutan atas Bangunan dan Sarana Pelengkap lainnya (Depreciation Charges on Buildings or Other Improvements)
Penyusutan tahunan yang dibebankan dalam biaya sistem akuntansi, untuk menutupi modal investasi pada periode yang ditentukan. Pada perhitungan kapitalisasi / Capitalization rate secara otomatis penutupan kembali modal telah diperhitungkan.
  1. Perencanaan untuk Modal Perlengkapan (Capital Improvements)
Walaupun pembayaran dilakukan untuk perlengkapan, misalnya alat pendingin ruang yang baru, pengeluaran ini tidak termasuk biaya operasional dalam penilaian tetapi sudah dicadangkan dalam beban cadangan untuk penggantian.


  • Biaya Tahunan (Out Goings)
Adalah biaya yang dikeluarkan rutin setiap tahunnya, tidak terkait langsung dengan operasional gedung. Biaya tahunan berbeda kedudukannya dengan biaya operasional. Pada prinsipnya biaya tahunan adalah biaya yang melekat pada kebutuhan properti, bukan biaya operasional perusahaan.
    • Biaya perbaikan dan perawatan properti (repair and maintenance)
Untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan nilai properti, maka secara fisik harus dilakukan perawatan fisik properti. Bentuknya dapat berupa perawatan rutin hingga perbaikan berkala maupun insidentil. Dengan mengacu pada konsep LCC (Life Cycle Costing) maka biaya ini dapat diprediksi, baik untuk biaya yang bersifat terencana maupun tidak.
    • Biaya asuransi.
Terdapat berbagai jenis asuransi atas properti sebagai perlindungan terhadap berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan, sebagai akibat kerusuhan massa, kebakaran, ledakan, bencana alam, dan sebagainya.
    • Biaya manajemen (management fee, seperti royalti).
    • Pajak atas properti. di Indonesia dikenal dengan nama Pajak Bumi dan Bangunan.
  1. TAHAP CAPITALIZATION ANALYSIS
Pendapatan kotor yang telah dikurangi dengan biaya-biaya operasional akan menghasilkan pendapatan bersih yang selanjutnya dikapitalisasi dengan tingkat kapitalisasi tertentu untuk menghasilkan nilai .
Tingkat kapitalisasi adalah rasio yang digunakan untuk mengestimasikan nilai dari properti yang menghasilkan.

Tingkat kapitalisasi pasar ditentukan dengan mengevaluasi data-data keuangan dari properti yang baru saja terjual di pasar. Tingkat kapitalisasi akan berbeda pada tiap-tiap area tergantung pada (misalnya) lokasi, tingkat kriminalitas dan kondisi umum lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kapitalisasi pasar di antaranya adalah sebagai berikut:
  • tingkat pengembalian dari properti sejenis
  • absolescence
  • Inflasi
  • Gross open market rental growth rates
  • Resiko dan ketidakpastian investasi
  • Tipe, jenis, umur, utilitas, dan fasilitas
  • Kondisi lingkungan dan persaingan
  • Aliran Pendapatan
2.3.7. Tahapan Rekonsiliasi Nilai

Rekonsiliasi indikasi nilai adalah suatu analisis terhadap berbagai kesimpulan nilai untuk mendapatkan suatu estimasi nilai akhir. Penerapan satu atau lebih metode penilaian biasanya menghasilkan kesimpulan nilai yang berbeda. Jika penilai menerapkan tiga metode penilaian, maka mungkin akan diperoleh tiga kesimpulan nilai yang berbeda.

Tahapan kerja dalam rekonsiliasi nilai dalam hal ini terdiri dari dua tahap yaitu pertama me-“review” atau mengkaji ulang data dan teknik penilaian dan yang kedua mengkaji perbedaan-perbedaan indikasi nilai dari setiap pendekatan penilaian dan dikaitkan dengan tujuan/kegunaan penilaian. Pada tahap rekonsiliasi nilai ini penilai mempertimbangkan semua faktor, kemudian membuat keputusan (judgement) kesimpulan nilai yang paling sesuai.

Terdapat 5 kreteria penting dalam melakukan rekonsiliasi indikasi nilai, yaitu :
  • Kesesuaian, yaitu kesesuaian pendekatan, kesesuaian properti pembanding yang digunakan dan kesesuaian analisis yang dilakukan;
  • Keakuratan tiap pendekatan yang digunakan;
  • Kuantitas dan kualitas bukti-bkti /data pembanding;
  • Estimasi nilai akhir (dalam bentuk range nilai atau indikasi nilai tunggal);
  • Pembulatan nilai akhir.
Ada 3 metode yang dapat digunakan untuk melaksanakan rekonsiliasi nilai untuk mendapatkan Nilai Pasar (Market Value) Properti, yaitu :
  1. Pembobotan
dilakukan dengan memberikan persentase dari masing-masing hasil pendekatan penilaian berdasarkan asumsi dan keadaan pasar properti serta faktor lain yang terjadi pada tanggal penilaian, untuk selanjutnya menjumlahkan nilai hasil persentase tersebut menjadi nilai pasar.
  1. Rata-rata
nilai pasar diperoleh dari cara merata-rata hasil penilaian dengan menggunakan tiga pendekatan menjadi satu nilai, yaitu nilai pasar.
  1. Pemilihan
nilai dari ketiga pendekatan dipilih salah satu nilai saja yang dianggap paling mencerminkan sebagai konklusi nilai pasar properti. Selanjutnya, Nilai Pasar ini akan diolah lebih lanjut, untuk akhirnya mendapatkan Nilai Jual Objek Pajak properti bersangkutan.

Penilai dapat menentukan besaran nilai rekonsiliasi dengan memilih salah satu cara di atas, berdasarkan pertimbangan ketersediaan data, jenis propertinya dan keyakinan penilai. (

      1. Tahapan Kesimpulan Nilai Pasar Properti

Nilai Pasar
Konsep nilai pasar mencerminkan persepsi dan tindakan kolektif pasar dan merupakan dasar dalam penilaian sebagian besar sumber daya dalam ekonomi pada umumnya yang berdasarkan pasar. Meskipun definisi yang tepat mungkin bervariasi, konsep ini umumnya telah dimengerti dan diterapkan.

Definisi nilai pasar adalah :
Perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu properti, antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing-masing mengetahui dan bertindak hati-hati tanpa paksaan.
    1. TAHAP KEDUA






Tahap kedua : Penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB
Setelah diperoleh nilai pasar properti, tahapan selanjutnya yang akan dilakukan adalah penentuan NJOP dengan mekanisme sebagai berikut :

      1. Identifikasi Bagian Properti yang menjadi Objek PBB
Pada Bab II Pasal 2 UU No.12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994 menyebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah bumi dan/atau bangunan. Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah Nilai Pasar Properti disini terdiri dari nilai Real Properti (tanah dan bangunan) yang dapat menjadi objek PBB dan nilai personal properti yang tidak dapat menjadi objek PBB.

Personal property mencakup aset berwujud (tangible assets) seperti mesin dan peralatan (contoh mesin produksi dan mesin pendukung), Fixture & Furniture (contoh : Meja, kursi, lemari dan aset sejenis lainnya), Aset Kendaraan (Mobil, truk, alat berat, kapal, pesawat), Peralatan operasional (Komputer, faximile, printer dan aset sejenisnya), Intangible Assets, Surat-surat berharga (Saham, investasi, Deposito, Saham Langsung), Goodwill, hak paten, franchise, merek dagang, hak cipta.


      1. Menentukan nilai atas bagian properti yang tidak dapat menjadi objek PBB
Bagian properti yang tidak dapat menjadi objek PBB adalah personal properti yang terdiri dari tangible asset dan intangible asset.


      1. Menentukan nilai atas bagian properti yang dapat dikenakan PBB dengan cara mengurangi nilai properti dengan nilai bagian properti yang tidak dapat menjadi objek PBB (butir 2)


      1. Mengalokasikan nilai pasar properti tersebut (angka 3) menjadi nilai pasar bumi dan nilai pasar bangunan.
Sesuai dengan Undang-undang No.12 Tahun 1985 yang sebagaimana diubah dengan Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan pasal 2 ayat 1, bahwa objek pajak yang dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan. Untuk tujuan tersebut, maka perlu dilakukan konversi Nilai Properti yang dikenakan PBB menjadi dua komponen, yaitu : Nilai Bumi dan Nilai Bangunan.

Cara yang lazim dilakukan untuk mengalokasikan nilai pasar properti menjadi nilai pasar bumi dan bangunan adalah mempergunakan proporsi besarnya nilai bumi atau nilai bangunan dibandingkan dengan nilai properti yang dihasilkan dari pendekatan biaya (pendekatan/metode nilai perolehan baru). Proporsi inilah yang selanjutnya dipakai dalam mem-breakdown Nilai Properti yang dikenakan PBB menjadi nilai pasar bumi dan nilai pasar bangunan


      1. Menghitung nilai pasar bumi per m2 dan nilai pasar bangunan per m2.
Caranya membagi Nilai pasar bumi dengan luas tanahnya dan nilai pasar bangunan dengan luas nilai bangunan


      1. Melakukan klasifikasi (konversi klas)
Setelah diketahui nilai bumi dan bangunan per meter persegi (m2) maka selanjutnya nilai tersebut diklasifikasikan berdasarkan Kep. Men No. 523/ KMK/ 04/ 1998 tanggal 18 Desember 1988 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai dasar Pengenaan PBB.
  1. Nilai tanah per meter persegi hasil dari analisis penilai dikonversi ke dalam "Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan" berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB.
  2. Nilai bangunan per meter persegi hasil dari analisis penilai dikonversi ke dalam "Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan" berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB.
  3. Untuk objek pajak yang terdiri dari lebih dari satu bangunan, konversi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai seluruh bangunan dan dibagi luas seluruh bangunan. Nilai bangunan per meter persegi rata-rata tersebut kemudian dikonversi ke dalam "Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan" berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB.

      1. Penghitungan NJOP
Dengan cara menjumlahkan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan menjadi NJOP.


Recent Posts

Blogger templates

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages - Menu

Blog Translator

Popular Posts